Jakarta – Menteri Badan Usaha Punya Negara (BUMN) Erick Thohir membuka suara berkaitan persoalan PT Indofarma Tbk yang terlilit utang online (pinjol). Hal tersebut tersingkap saat Tubuh Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit rugi perseroan.
Erick menjelaskan apa yang sudah dilakukan oleh pelaku Indofarma itu sebuah perlakuan korupsi. Masalah itu telah diatasi Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Saya tidak bisa laporannya, hanya ya kan itu korup, ya, korup,” kata Erick saat dijumpai di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Jumat (7/6/2024).
Erick tidak ingin menyikapi banyak berkenaan masalah itu, yang jelas ini adalah tindakan beres-beres BUMN dan ditegaskan akan terus jalan.
“Kita yang beres-beres terus jalan lah, yang terpenting bukan korup secara mekanisme, tetapi ini ada pelaku yang korupsi. Kita perlu bedain lah korup secara terstruktur sama pelaku yang korup,” katanya.
Staff Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, faksinya yang minta BPK untuk lakukan audit interograsi pada Indofarma. Berdasar hasilnya terdaftar Indofarma lakukan beragam kegiatan yang berindikasi fraud.
“Diaudit semua rupanya banyak pembayaran dari trading-nya Indofarma tidak masuk uangnya ke Indofarma. Dilihat pada anak perusahaannya itu, sesudah dilihat tagihan-tagihannya semua mungkin ada yang masih belum ditagih, rupanya sudah ditagih semua tetapi tidak masuk ke dalam Indofarma. Telah diaudit setelah itu kita meminta audit interograsi ke BPK, rupanya…,” kata Arya di lokasi yang masih sama.
“Orang bertanya bagaimana dengan pemantauan Kementerian BUMN, itu kan cucu, BUMN-nya kan Biofarma, itu telah anaknya, cucunya, ya kita kan tidak sampai ke situ,” sambungnya.
Awalnya, dalam Rangkuman Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang disampaikan BPK ke DPR, Kamis (6/6), terdaftar Indofarma dan anak upayanya, PT IGM lakukan beragam kegiatan yang berindikasi fraud atau rugi.
Beberapa aktivitas yang diartikan diantaranya lakukan transaksi bisnis jual beli fiktif, tempatkan dana deposito atas nama individu pada Koperasi Taruh Pinjam Nusantara, lakukan bekerja sama penyediaan alat kesehatan tanpa study kelaikan dan pemasaran tanpa analisis kekuatan keuangan konsumen, sampai lakukan utang online.
Persoalan itu menyebabkan tanda-tanda rugi sejumlah Rp 294,77 miliar dan kekuatan rugi sejumlah Rp 164,83 miliar, yang terbagi dalam piutang macet sejumlah Rp 122,93 miliar, stok yang tidak bisa terjual sejumlah Rp 23,64 miliar, dan beban pajak dari pemasaran fiktif FMCG sejumlah Rp 18,26 miliar.
Atas persoalan itu, BPK mereferensikan ke direksi Indofarma supaya memberikan laporan ke pemegang saham atas penyediaan dan pemasaran alat kesehatan teleCTG, masker, PCR, rapid tes (panbio), dan isolation transportation yang menyebabkan tanda-tanda rugi sejumlah Rp 16,35 miliar dan kekuatan rugi sejumlah Rp 146,57 miliar.
Indofarma disuruh bekerjasama dengan pemegang saham dan Kementerian BUMN untuk memberikan laporan persoalan perusahaan dan anak perusahaan ke aparatur penegak hukum, dan mengusahakan penagihan piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar.